Putra daerah vs. Pendatang: Retorika Usang dalam Pilkada Bupati Parigi Moutong

OPINI POLITIK
Bagikan ke :

Oleh: Syahril Rahman, S.Kom.I, M.Ag

Jelang Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Bupati, 16 April 2025 mendatang, kembali menghangat dengan narasi usang tentang “putra daerah” versus “pendatang”. Alih-alih fokus pada gagasan, rekam jejak, dan visi pembangunan daerah, sebagian pihak justru terjebak dalam retorika primordial yang berpotensi memecah belah masyarakat.

Istilah “putra daerah” seringkali digunakan untuk mengunggulkan kandidat yang lahir dan besar di wilayah tersebut, seolah-olah ikatan geografis otomatis menjamin kualitas kepemimpinan dan pemahaman yang lebih baik tentang kebutuhan masyarakat. Di sisi lain, kandidat “pendatang” kerap kali dicurigai, dianggap tidak memiliki akar yang kuat, atau bahkan dituduh hanya memiliki kepentingan sesaat.

Padahal, dalam era globalisasi dan mobilitas penduduk yang tinggi, batasan “daerah asal” menjadi semakin kabur. Banyak individu yang meskipun tidak lahir di suatu daerah, telah lama tinggal, bekerja, dan berkontribusi secara signifikan bagi kemajuan wilayah tersebut. Mereka memiliki pemahaman yang mendalam tentang dinamika lokal dan mungkin membawa perspektif baru yang segar dan inovatif.

Fokus pada identitas primordial alih-alih kualitas personal dan profesional kandidat adalah sebuah kemunduran dalam demokrasi. Masyarakat seharusnya menilai calon pemimpin berdasarkan kompetensi, integritas, kemampuan manajerial, serta program kerja yang realistis dan berpihak pada kepentingan seluruh warga, tanpa memandang latar belakang etnis atau tempat kelahiran.

Retorika “putra daerah” vs. “pendatang” juga berpotensi menciptakan polarisasi dan sentimen negatif di tengah masyarakat. Hal ini dapat menghambat terciptanya persatuan dan kesatuan yang justru dibutuhkan untuk membangun daerah yang lebih maju dan sejahtera. Pilkada seharusnya menjadi ajang adu gagasan dan program, bukan kompetisi identitas.

Sudah saatnya kita meninggalkan retorika usang ini dan lebih fokus pada kualitas substansial para kandidat. Masyarakat Kabupaten Parigi Moutong dan seluruh wilayah yang menggelar Pilkada Bupati memiliki hak untuk mendapatkan pemimpin terbaik, tanpa terkotak-kotakkan oleh isu primordial yang tidak relevan dengan tantangan pembangunan di masa depan. Mari kita kedepankan pemikiran yang cerdas dan rasional dalam memilih pemimpin, demi kemajuan daerah yang kita cintai.

…Sayangnya, retorika usang ini seringkali dipolitisasi oleh oknum-oknum tertentu yang berkepentingan. Para politikus yang gemar mempromosikan kandidat dengan label “asli anak daerah” alih-alih gagasan dan program kerja yang jelas, patut dipertanyakan motivasinya. Apakah ini murni didasari oleh sentimen kedaerahan, ataukah ada agenda tersembunyi untuk memobilisasi dukungan dengan cara yang kurang sehat?

Tindakan politikus yang terus menerus menekankan keaslian daerah seorang kandidat dapat dianggap sebagai bentuk politik identitas yang sempit. Mereka seolah-olah ingin membangun tembok pemisah antara “kami” (putra daerah) dan “mereka” (pendatang), alih-alih merangkul semua elemen masyarakat sebagai satu kesatuan yang utuh. Padahal, esensi demokrasi adalah partisipasi seluruh warga negara tanpa diskriminasi berdasarkan latar belakang apapun.

Lebih jauh lagi, promosi kandidat hanya berdasarkan label “asli anak daerah” bisa menjadi indikasi ketidakmampuan politikus tersebut untuk menawarkan argumen yang lebih substansial. Ketika gagasan dan rekam jejak kandidat kurang mumpuni, memainkan sentimen primordial menjadi jalan pintas untuk meraih dukungan emosional dari sebagian pemilih. Ini adalah praktik politik yang tidak mendidik dan cenderung merendahkan kualitas demokrasi.

Para politikus yang bertanggung jawab seharusnya fokus pada pendidikan politik yang cerdas bagi masyarakat. Mereka seharusnya membantu pemilih untuk menilai kandidat berdasarkan visi, misi, program, dan kemampuan riil untuk memimpin dan membawa perubahan positif bagi daerah. Alih-alih memanfaatkan sentimen kedaerahan yang berpotensi memecah belah, mereka seharusnya mengedepankan persatuan dan gotong royong demi kemajuan bersama.

Masyarakat Kabupaten Parigi Moutong dan sekitarnya perlu menyadari bahwa memilih pemimpin berdasarkan label “asli anak daerah” tidak menjamin kesejahteraan dan kemajuan daerah. Sejarah telah membuktikan bahwa banyak pemimpin dari luar daerah yang mampu membawa perubahan signifikan dan dicintai oleh masyarakat yang mereka pimpin. Sebaliknya, tidak sedikit pula “putra daerah” yang gagal memenuhi ekspektasi.

Oleh karena itu, mari kita bersikap kritis terhadap para politikus yang terus menerus memainkan isu “asli anak daerah”. Tanyakan rekam jejak, gagasan, dan program kerja kandidat secara mendalam. Jangan biarkan diri kita terjebak dalam retorika usang yang hanya akan menghambat kemajuan daerah dan menciptakan perpecahan di tengah masyarakat. Pilihlah pemimpin berdasarkan kualitas dan kemampuannya, bukan sekadar berdasarkan dari mana ia berasal. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *